Selasa, 04 Oktober 2016

TAKKAN ZUHUD TANPA FIQIH

وعن محمد بن الحسن الشيباني رحمه الله تعالى لما قيل له: ألا تصنف كتابا في الزهد؟ قال:
"قد صنفت كتاباً في البيوع"

Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, "Syaikhoin" kedua setelah Abu Hanifah dan salah satu "Shohibain" bersama Abu Yusuf dalam Madzhab Hanafi.

Sosok yang disebut oleh Imam Ahmad saat ditanya; "darimana engkau dapat pembahasan detail-detail poin fiqih ini?", "Dari kitab-kitab susunan Muhammad bin Hasan" jawab imam Ahmad.

Sosok ini pernah diminta, untuk menyempatkan menulis selain masalah fiqih. Yang lebih penting menurut sebagian orang. Zuhud misalnya.

"Kenapa g nulis kitab Zuhud juga Syeikh?" Celoteh seorang yang mungkin belum paham kedudukan fiqih :).

Disini sang Syeikhul Madzhab memberi jawaban singkat tapi menunjukkan tingginya kealiman beliau.

"Saya udah nulis Kitab Fiqih Jual Beli (mualamat)"

Sekilas mereka yang tidak mengenal urgensi fiqih, mungkin akan menyahut,

"Apa hubungannya Syeikh :( belajar zuhud dengan belajar fiqih?"

Bukankah fiqih adalah penjelas Halal dan Haram?
Bukankah fiqih adalah penjelas wajib dan Haram? Makruh dan Sunnah?

Maka bukankah bagian terpenting zuhud itu meninggalkan perkara haram dan makruh serta Syubhat? Yang mana itu membahayakan Akhirat seseorang..

Oleh karenanya, Zuhud bukanlah sekedar untuk diceramahkan atau ditangisi tapi Pembagian Waris keluarga, Transaksinya dan Perniagaan tidak dikawal Fiqih, alias tidak peduli mana haram, syubhat dan makruhnya.

Zuhud butuh ilmu. Salah satu yang terbesarnya adalah Ilmu Fiqih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar