Rabu, 12 Oktober 2016

Maidah 51, Syiah & Ahok

MAIDAH 51 & SYIAH
Setelah akhirnya beberapa hari ini memfokuskan telaah kitabnya di #Maidah_51 plus melihat perkembangan para Insan Cendikia, ada satu keganjalan.

Poin utama pembahasan belakangan ini adalah tafsir kata "Auliya" atau "Wali" di surah Al-Maidah.

Sebelum Bapak Ahok bermasalah dengan kelancangannya  menafsirkan lalu menyalahkan penafsiran beberapa Ulama, sebenarnya, konflik tafsir kata "wali" ini sudah berlangsung sengit dan sejak lama antara AHLUSSUNNAH & SYIAH [yang hari ini memperingati Kesyahidan Imam Husein yang merupakan "wali" bagi mereka].

IMAM ALI BIN ABI THALIB ADALAH WALI ORANG BERIMAN.
Kalau titik pembahasan Ahok adalah Maidah 51, maka dalam memperdebatkan tafsiran "Wali" , Syiah berangkat dari suatu hadits Shahih;

"Man kuntu Maulahu fa Aliyun Maulah"

Ya. Ali adalah Maula untuk setiap orang yang menjadikan Rasul Maula-nya.

Menurut Syiah, Maula disini bermakna Wali yang menunjukkan Pemimpin.

Sedang menurut Ahlussunnah, Maula dan Wali disini tidak HANYA berarti Pemimpin, tapi juga kekasih, penolong, pelindung dll.

Dan SUBHANALLAH.. Di Fenomena Ahok yang lancang menafsirkan Maidah 51 ini, terlihat keganjalan bagi yang sudah biasa mendiskusikan masalah ini dengan Syiah.

Mayoritas #Ahlussunnah justru disini lebih menekankan makna pemimpin. Walau dengan apik, Azatidz berilmu sudah menjelaskan bahwa memang Wali mengandung makna pemimpin, TAPI juga makna lainnya.

Sedangkan #Syiah yang sebenarnya bisa membalikkan pernyataan Sunni yang melawan Ahok, bahwa mengapa di masalah ahok, "wali" jadi makna pemimpin, sedang di Imam Ali maknanya jadi penolong, kekasih dll.
Tapi para kebanyakan Syiah tidak ada yang menyinggung isu tafsir ke"wali"an ini?? Ajieb. Demi Ahok kah...?  :)

FIQIH POLITIK DAN POLITIK PRAKTIS
Ahlussunnah punya Jawaban sebenarnya, bahwa "wali" mencakup makna luas. Simpelnya begini.

Kasus 1
A : Wahai B jadikanlah C sebagai Wali!
[Karena maknanya luas, maka B menjadikan C sebagai teman karib sudah memenuhi perintah. B menjadikan C sebagai sekutu pelindung maka sudah memenuhi perintah. Menjadikannya pemimpin juga memenuhi perintah, tapi itu pilihan]

Kasus 2
A : Wahai B JANGAN jadikan C sebagai wali [maka larangannya mencakupi semua makna]

Kasus 3
A : Wahai B masuklah kelas ! Dan kamu C jangan masuk kelas!
[B memilih duduk di satu sudut atau satu kursi atau dekat pintu, maka dia sudah patuhi perintah A]
[C dia tidak punya pilihan, dia tidak boleh ada di satupun sudut, sisi, atau kursi dalam kelas]

Ini menurut Ahlusunnah bahwa makna Wali itu beragam, dan Nabi tidak memaksudkan satu makna saja, sebagaimana dipahami Sahabat Nabi saw. Maka Ahlussunnah menjadikan Abu Bakar khalifah pertama dan Ali keempat tak menyalahi perintah. Pun ketika Ahlussunnah memakai larangan wali tuk kafir dalam melawan Ahok juga adalah dalam rangka Nahi Munkar yang dilarang.

Tapi Syiah??? Kenapa tak melawan Ahok dengan kalimat "wali" yang kalian yakini.... :)

Jumat, 07 Oktober 2016

BUBARKAN SAJA NKRI...!


Menjunjung Nilai atau Materi.

Negara kita wujud di atas landasan Nilai yang dijunjung bersama. Andai dibangun di atas materi semata, maka yakin, Belanda & Jepang lebih punya Materi dunia tuk dia tawarkan dibanding para Pahlawan kita.

Pahlawan kita memperjuangkan Nilai. Nilai kemerdekaan, nilai kebhinekaan. Ini yang menyatukan kita dalam satu negara.

KETIKA MATERI SUDAH LEBIH BERHARGA.
Namun hari ini, masyarakat Jakarta atau Indonesia umumnya, lebih melihat kemajuan Negara ini dengan tola ukur Materi. Parahnya, hingga membuat masyarakat, ketika nilai yang dijunjung Negara dicoreng, mereka tetap saja menyanjung pencoreng ini karena tawaran Materinya.

KEBHINEKAAN KITA.
Seorang jawa tidak bisa mengurusi Masalah adat Bugis. Dia tidak perlu bagi-bagi puluhan juta ke Anak Mudanya untuk jadi "Uang Panai". Karena tradisi itu bagi orang bugis punya makna. Keseriusan. Kesiapan. Dan lain-lain yang tidak dipahami pemberi.

Apa lantas seorang Jawa punya Hak komentar bahwa "pemuda bugis dibohongi" pake adat tradisi. Tidak bisa. Inilah kebhinekaan kita.

Lalu, seorang non-Muslim (kafir) tidak perlu berkurban atau berzakat. Karena belum wajib dan tidak akan pernah mencapai semua nilai ibadah ini sampai dia masuk Islam. Dia hanya wajib menahan diri untuk tidak ikut campur urusan rumah tangga Muslimin. Walau urusan itu sedang diperselisihkan orangtua (ulama) kita di atas. Tapi tetangga ikut komen negatif menyudutkan salah satu orangtua kita, itu lancang namanya, dan tidak menghormati privasi tetangga. Inilah Nilai Kebhinekaan kita yang menyatukan  kita dalam satu negara.

UNTUK MEMIMPIN KEBHINEKAAN INI
Jakarta adalah gambaran dari kemajemukan Indonesia. Bila kita ingin negara kita masih jalan, maka urgen pemimpin yang paham kebhinekaan itu. Kecuali bila kita hanya ingin Jakarta menjadi Kota Materalisme tanpa nilai kebhinekaan. Yang tentu perlu ganti Generasi untuk itu. Karena generasi Jakarta harusnya masih memegang teguh Nilai-nilai ke-indonesia-an.

Kecuali kalau memang generasi kita saat ini sudah tidak paham nilai-nilai ini?! Maka Bubarkan saja NKRI.

ISLAM & POLITIK
Politik adalah bagian dari Islam. Di ratusan jilid Kitab itu tercantum ajaran politik Islam. Mendakwahkan cara berpolitik kepada Umat-nya adalah Ibadah & Keyakinan bagi para Dai dan Ulama. Dan ini sah serta dilindungi Undang-undang, bagi setiap pemeluk agama untuk menjalankan Agama-nya masing-masing.

Sama seperti ketika Ulama memfatwakan Haramnya Riba Bank, Haramnya Bir. Menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an. Semua fatwa Ulama itu merugikan Bank, merugikan pengusaha Bir.
Tapi apa ada Bank dan Pengusaha yang LANCANG mengatakan bahwa Ulama membohongi Muslimin Indonesia pake ayat ini itu.

Tidak ada!.. inilah kebhinekaan yang Ulama, Pemilik Bank, Penjual Bir Pahami.

Lantas ketika ada politikus, ketika Karir Politik dia terancam karena Dakwah Ulama (walau ada sedikit beda pendapat yg jadi urusan rumah tangga Islam), Pantaskah dia mengatakan, Para Ulama itu membohongi dan membodohi umatnya pake Al-Maidah ayat 51?!

Kalau memang Rakyat kita sudah tidak acuh lagi dengan hal besar yang menodai dan mencoreng Kebhinekaan kita ini, karena silau materi, maka.. BUBAR SAJA NKRI.?!

Allahu Musta'an.

Kamis, 06 Oktober 2016

Islam adalah Kepercayaan

Bohongkah Al-Maidah Ayat 51???

Apakah surah Al-Maidah Ayat 51 bagi anda adalah hasil pikiran seorang jenius? Atau hasil penelitian indrawi mendalam?

BUKAN.

Al-Maidah ayat 51 dan seluruh Al-Qur'an serta Hadits tak lain hanyalah Kabar Berita yang kita dengar dan dapatkan dari seorang Guru atau Orangtua. Kita tidak melihat Allah atau Rasul mengatakannya. Dan tidak pula ada zaman ini Doktor atau Professer Muslim yang bisa meneliti secara indrawi kebenaran bahwa suatu ayat betul disampaikan Jibril. Karena Al-Qur'an dan Hadits itu riwayat alias seperti cerita dongeng.

Lalu apakah Al-Maidah Ayat 51 bohong? Karena berita itu punya kemungkinan benar dan punya kemungkinan bohong.!!!

Lantas Bagaimana saya meyakini bahwa saya Tidak Dibohongi dan Tidak Dibodoh-bodohi oleh Ayat 51 Al-Maidah ini??? Apakah betul itu dari Allah atau dari Rasul?!!

QUR'AN BENAR DARI RASULULLAH SAW.

Pembahasan awal adalah benarkah Rasul pernah mengajarkan Al-Maidah ayat 51 ini?

Pertama,
Jawabannya adalah dengan melihat metode tersampainya Al-Maidah kepada kita. Sampainya dengan status MUTAWATIR.

Apa maksudnya Mutawatir?
Yaitu Kita dapat menemukan Jutaan Penghafal di zaman ini menyaksikan dari hafalan Qur'an 30 Juz guru masing-masing yang pasti juga berjumlah jutaan, yang tidak pernah bertemu dan juga gurunya guru itu dan seterusnya.

Wal hasil Hafalan Qur'an Jutaan yang tidak pernah bertemu,  dan gurunya juga tidak pernah bertemu, dan gurunya guru itu dst juga tidak, SAMA PERSIS. Tanpa perbedaan satu huruf pun.

Maka jelas, Al-Maidah ayat 51 tidak seperti Injil, Taurat, cerita dongeng yang terus mengalami perubahan hingga berbeda versi di tiap2 tempat.

Kedua,
Jawabannya lagi adalah Mukjizat Science yang ada pada Al-Qur'an dan dibuktikan oleh ilmu pengetahuan hari ini.
Hingga tidak mungkin Al-Qur'an adalah hasil cerita manusia-manusia di 4-5 Abad yang lalu.

Oleh karena itu kita Percaya bahwa saya tidak dibohongi oleh orangtua saya atau oleh kyai saya...
Dan ini bukan sekedar percaya. TAPI INI ADALAH IMAN.

QUR'AN BENAR DARI ALLAH.

Ok. Kita percaya Qur'an yang kita baca hari ini, adalah persis seperti Qur'an yang diajarkan Nabi Muhammad saw. 14 Abad lebih lalu.
Al-Maidah ayat 51 hari ini, itulah yang diajarkan Nabi Muhammad dulu. Persis hingga ke huruf-hurufnya dan suara bacaannya.

Tapi, Bagaimana saya percaya dan beriman bahwa yang diajarkan Nabi Muhammad adalah benar dari Allah swt???

Pertama, adalah Fitrah.

Kedua, adalah Akal yang menemukan Mukjizat Al-Qur'an pada Science hari ini, Peradaban Ilahiah yang sempurna, Kabar Al-Qur'an akan masa lalu dan mendatang yang sudah terbukti.

Ketiga, adalah Kemutawatiran Al-Qur'an yang logika juga pasti akan tunduk dengan kenyataan penjagaan Al-Qur'an hari ini.

ALLAH , RASUL-NYA DAN KITAB-NYA TIDAK MUNGKIN BOHONG DENGAN SATU HURUF PUN.

Inilah Konsekwensi Iman kepada Allah swt, Iman kepada Kitab-Nya dan Iman kepada Rasul-Nya.

Mengatakan ada satu huruf dalam Al-Qur'an yang bohong membatalkan Kepercayaan alias Keimanan Kepada Allah dan Rasul.

Mengatakan Surah Al-Maidah bohong, SAMA dengan mengatakan Rasul Bohong, SAMA dengan mengatakan Allah Bohong.

Naudzu Billah.

===
Tapi, bila perkataan itu mengandung makna yang hakekatnya adalah

"orang yang menjelaskan Al-Maidah ayat 51 ini bohong dalam penjelasannya"

Bila yang mengatakannya adalah orang kafir yang tidak beriman kepada Nabi Muhammad  saw, maka itu sebuah KELANCANGAN atau KELUCUAN.
Apa urusan seorang yang mendustakan sebuah ayat lalu ikut campur mengatakan bahwa yang menjelaskannya Bohong.

LALU APA ORANG KAFIR YANG JUJUR DALAM MENJELASKAN AYAT 51 AL-MAIDAH INI???

#sara_teriak_sara

Selasa, 04 Oktober 2016

TAKKAN ZUHUD TANPA FIQIH

وعن محمد بن الحسن الشيباني رحمه الله تعالى لما قيل له: ألا تصنف كتابا في الزهد؟ قال:
"قد صنفت كتاباً في البيوع"

Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani, "Syaikhoin" kedua setelah Abu Hanifah dan salah satu "Shohibain" bersama Abu Yusuf dalam Madzhab Hanafi.

Sosok yang disebut oleh Imam Ahmad saat ditanya; "darimana engkau dapat pembahasan detail-detail poin fiqih ini?", "Dari kitab-kitab susunan Muhammad bin Hasan" jawab imam Ahmad.

Sosok ini pernah diminta, untuk menyempatkan menulis selain masalah fiqih. Yang lebih penting menurut sebagian orang. Zuhud misalnya.

"Kenapa g nulis kitab Zuhud juga Syeikh?" Celoteh seorang yang mungkin belum paham kedudukan fiqih :).

Disini sang Syeikhul Madzhab memberi jawaban singkat tapi menunjukkan tingginya kealiman beliau.

"Saya udah nulis Kitab Fiqih Jual Beli (mualamat)"

Sekilas mereka yang tidak mengenal urgensi fiqih, mungkin akan menyahut,

"Apa hubungannya Syeikh :( belajar zuhud dengan belajar fiqih?"

Bukankah fiqih adalah penjelas Halal dan Haram?
Bukankah fiqih adalah penjelas wajib dan Haram? Makruh dan Sunnah?

Maka bukankah bagian terpenting zuhud itu meninggalkan perkara haram dan makruh serta Syubhat? Yang mana itu membahayakan Akhirat seseorang..

Oleh karenanya, Zuhud bukanlah sekedar untuk diceramahkan atau ditangisi tapi Pembagian Waris keluarga, Transaksinya dan Perniagaan tidak dikawal Fiqih, alias tidak peduli mana haram, syubhat dan makruhnya.

Zuhud butuh ilmu. Salah satu yang terbesarnya adalah Ilmu Fiqih.

Senin, 26 September 2016

Muqoddimah Islam

كل هذا منوط بالعقل، أن تؤمن أن لهذا الكون خالقا عليما حكيما رحيما لطيفا من خلال خلقه، وأن تؤمن أنه لم يدَع خلقه من دون تبليغ، فوصَّل لهم القول،

وقد أكد وشهد لهم أن هذا كلامه من خلال إعجازه،

ثم إن هذا الذي جاء بهذا الكتاب هو رسوله،

انتهى دور العقل،

بعد القرآن جاء دور النقل،

الآن قد يعجز عقلك عن إدراك حقيقة جاء بها القرآن، أخبرك عن الماضي السحيق والمستقبل البعيد، وعن تاريخ الأمم والشعوب، وعن منهجك التفصيلي، افعل ولا تفعل،

هذه المنظومة 》
¤ الله تؤمن به من خلال خلقه،
¤ وكتباه من خلال إعجازه،
¤ و رسول من خلال كتابه،

》ثم يخبرك الله عز وجل عن كل الحقائق، بل الشيء الذي يعجز عقلك عن إدراكه أخبرك الله به، هذه ثوابت المؤمن.

》 الآن إذا قضية إخبارية أخضعها للبحث فهو غير مؤمن،

》أنت بعد أن آمنت
¤ أن الله عز وجل خالق السماوات والأرض، وبعد أن آمنت
¤ أن هذا القرآن كلامه،
¤ وأن الذي جاء به رسوله،
دورك دور التلقي وليس دورا أن تتحكم في النقل، أو أن تخضعه لموازين الأرض، أنت الآن تتلقى عن الله، هذا المنهج منهج علمي،

》 وحينما تقسم الموضوعات إلى
¤ موضوعات حسية تعرفها بحواسك،
¤ وموضوعات عقلية تعرفها بعقلك،
¤ وموضوعات كبيرة جدا إخبارية، تعرفها من خلال الخبر الصادق، أي لن تستطيع أن تأتي بجديد أن هناك جنًّا، إلا أن الله أخبرنا بهذا، ليس عندك دليل قطعي على أن هناك حوضا يوم القيامة، يسقى منه المؤمنون، إلا أن الله أخبرنا بذلك، والنبي أخبرنا، شكل منظومة ؛ قضايا حسية، وقضايا عقلية، وقضايا إخبارية، هذا من قوله تعالى:
﴿ وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَسْتَ مُرْسَلاً قُلْ كَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَمَنْ عِنْدَهُ عِلْمُ الْكِتَابِ (43)﴾

Muqoddimah Islam

كل هذا منوط بالعقل، أن تؤمن أن لهذا الكون خالقا عليما حكيما رحيما لطيفا من خلال خلقه، وأن تؤمن أنه لم يدَع خلقه من دون تبليغ، فوصَّل لهم القول،

وقد أكد وشهد لهم أن هذا كلامه من خلال إعجازه،

ثم إن هذا الذي جاء بهذا الكتاب هو رسوله،

انتهى دور العقل،

بعد القرآن جاء دور النقل،

الآن قد يعجز عقلك عن إدراك حقيقة جاء بها القرآن، أخبرك عن الماضي السحيق والمستقبل البعيد، وعن تاريخ الأمم والشعوب، وعن منهجك التفصيلي، افعل ولا تفعل،

هذه المنظومة 》
¤ الله تؤمن به من خلال خلقه،
¤ وكتباه من خلال إعجازه،
¤ و رسول من خلال كتابه،

》ثم يخبرك الله عز وجل عن كل الحقائق، بل الشيء الذي يعجز عقلك عن إدراكه أخبرك الله به، هذه ثوابت المؤمن.

》 الآن إذا قضية إخبارية أخضعها للبحث فهو غير مؤمن،

》أنت بعد أن آمنت
¤ أن الله عز وجل خالق السماوات والأرض، وبعد أن آمنت
¤ أن هذا القرآن كلامه،
¤ وأن الذي جاء به رسوله،
دورك دور التلقي وليس دورا أن تتحكم في النقل، أو أن تخضعه لموازين الأرض، أنت الآن تتلقى عن الله، هذا المنهج منهج علمي،

》 وحينما تقسم الموضوعات إلى
¤ موضوعات حسية تعرفها بحواسك،
¤ وموضوعات عقلية تعرفها بعقلك،
¤ وموضوعات كبيرة جدا إخبارية، تعرفها من خلال الخبر الصادق، أي لن تستطيع أن تأتي بجديد أن هناك جنًّا، إلا أن الله أخبرنا بهذا، ليس عندك دليل قطعي على أن هناك حوضا يوم القيامة، يسقى منه المؤمنون، إلا أن الله أخبرنا بذلك، والنبي أخبرنا، شكل منظومة ؛ قضايا حسية، وقضايا عقلية، وقضايا إخبارية، هذا من قوله تعالى:
﴿ وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَسْتَ مُرْسَلاً قُلْ كَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَمَنْ عِنْدَهُ عِلْمُ الْكِتَابِ (43)﴾

Muqoddimah Islam

كل هذا منوط بالعقل، أن تؤمن أن لهذا الكون خالقا عليما حكيما رحيما لطيفا من خلال خلقه، وأن تؤمن أنه لم يدَع خلقه من دون تبليغ، فوصَّل لهم القول،

وقد أكد وشهد لهم أن هذا كلامه من خلال إعجازه،

ثم إن هذا الذي جاء بهذا الكتاب هو رسوله،

انتهى دور العقل،

بعد القرآن جاء دور النقل،

الآن قد يعجز عقلك عن إدراك حقيقة جاء بها القرآن، أخبرك عن الماضي السحيق والمستقبل البعيد، وعن تاريخ الأمم والشعوب، وعن منهجك التفصيلي، افعل ولا تفعل،

هذه المنظومة 》
¤ الله تؤمن به من خلال خلقه،
¤ وكتباه من خلال إعجازه،
¤ و رسول من خلال كتابه،

》ثم يخبرك الله عز وجل عن كل الحقائق، بل الشيء الذي يعجز عقلك عن إدراكه أخبرك الله به، هذه ثوابت المؤمن.

》 الآن إذا قضية إخبارية أخضعها للبحث فهو غير مؤمن،

》أنت بعد أن آمنت
¤ أن الله عز وجل خالق السماوات والأرض، وبعد أن آمنت
¤ أن هذا القرآن كلامه،
¤ وأن الذي جاء به رسوله،
دورك دور التلقي وليس دورا أن تتحكم في النقل، أو أن تخضعه لموازين الأرض، أنت الآن تتلقى عن الله، هذا المنهج منهج علمي،

》 وحينما تقسم الموضوعات إلى
¤ موضوعات حسية تعرفها بحواسك،
¤ وموضوعات عقلية تعرفها بعقلك،
¤ وموضوعات كبيرة جدا إخبارية، تعرفها من خلال الخبر الصادق، أي لن تستطيع أن تأتي بجديد أن هناك جنًّا، إلا أن الله أخبرنا بهذا، ليس عندك دليل قطعي على أن هناك حوضا يوم القيامة، يسقى منه المؤمنون، إلا أن الله أخبرنا بذلك، والنبي أخبرنا، شكل منظومة ؛ قضايا حسية، وقضايا عقلية، وقضايا إخبارية، هذا من قوله تعالى:
﴿ وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَسْتَ مُرْسَلاً قُلْ كَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَمَنْ عِنْدَهُ عِلْمُ الْكِتَابِ (43)﴾

Kamis, 01 September 2016

NIKMAT DAN DERITA EKSKLUSIF


Cara Allah swt, agar seorang Hamba menikmati Nikmat, atau agar hamba menderitai Derita

{... فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ} [الأنعام: 44].

“ ... Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”.

Agar Nikmat itu lebih terasa Allah beri muqoddimah derita yang mungkin panjang... lalu ia diberi paket besar nikmat sekaligus.

Agar Derita itu lebih menyiksa, Allah beri nikmat panjang... lalu ia diberi paket besar kerugian sekaligus.

MENTAL MUTHAFFIF [Penghalang Revolusi Akhlaq]

Hubungan Manusia dengan sesama adalah bersifat timbal balik. Bahkan dalam hubungannya dengan Alam Semesta dan terlebih Pencipta serta Pengaturnya.

Islam pada dasarnya menyeru kepada Keadilan. Adil terhadap siapapun dan apapun itu. Tidak terkecuali kepada diri sendiri.

Walau sebenarnya seruan Islam tidak berhenti pada sekedar Adil, tapi juga sampai ke derajat sifat Ihsaan. Sifat yang secara sempurna Allah swt ajarkan melalui sifat-sifat Ketuhanan-Nya.

Tapi in sya Allah, kita membatasi bahasan pada tema ini seputar adil.

Islam memberi gambaran keadilan dari banyak sudut pandang dan dasar ayat maupun hadits. Salah satunya yang menjadi sudut bahasan kita kali ini adalah ayat tentang Mental Muthaffifin.

Mental Muthoffifin ini dicela habis-habisan oleh Allah swt dalam ayat-Nya yang berbunyi : "Celakalah Para Muthoffifin itu".

Walau secara bahasa kata "Wail" yang digunakan bahasa Arab untuk mengungkapkan kata umpatan "Celaka", tapi secara tafsiran sebagian ulama dalam ayat lain memaknai "wail" disini sebagai salah satu nama Neraka.

Lalu bagaimana dan siapa atau apa itu Muthoffifin?

"Yaitu mereka yang apabila ditimbang barangnya (ditunaikan hak-nya) oleh orang lain, pasti meminta penyempurnaan"

Satu sisi gambaran sifat ini tidak ada yang masalah sebenarnya. Yang menjadi masalah adalah sisi kedua.

"(Namun) dan apabila mereka yang menimbang barang (menunaikan hak) orang lain, mereka mengurangi (tidak menyempurnakan bahkan tak peduli pada kerugian orang tersebut)"

Dengan akal sehat dan rasa kemanusiaan yang adil, kita pasti akan secara langsung menyimpulkan bahwa Mental Muthafifin ini adalah sifat yang negatif.

Demikianlah Al-Qur'an dan Islam ini memberikan Revolusi Akhlaq kepada Manusia dan khususnya pada pemeluknya.

Bahwa manusia, bahkan semua pihak dalam hubungannya dengan sesama punya konsekwensi timbal balik. Kapan seseorang punya sekian haq, maka dibalik hak itu ada kewajiban yang serupa. Dan kapan kita menuntut sebuah kewajiban dari pihak lain, maka tentu, sebesar kewajiban itu, sebesar itulah hak yang dimilikinya.

Muthofifin memandang bahwa hanya dirinyalah yang pantas untuk mendapatkan hak-nya dengan sempurna, sedangkan pihak lain harus memahami ketidakmampuan si muthoffif dalam menunaikan hak orang lain. Dan noted bahwa menunaikan hak orang lain yang ada pada tanggungjawab kita adalah kewajiban.

Islam, hakikatnya adalah ajaran keadilan. Adil tidak hanya pada hal normatif, tapi benar-benar pada segala hal. Adil dalam artian, menjelaskan Hak dan Kewajiban dibalik hak itu. Lalu, memberi aturan yang mengatur keseimbangan hak dan kewajiban ini. Bahkan Islam tidak hanya memberi aturan yang bersifat duniawi, tapi sampai kepada bahwa konsekwensi dari hak dan kewajiban itu akan sampai perkaranya ke akhirat.

Keutuhan ajaran Islam dalam menerapkan Hak dan kewajiban ini tercermin dari semua detail aturannya. Dari hak Manusia dalam mengelola Alam semesta yang diantaranya Hewan yang halal dikonsumsi, dibalik hak itu, manusia dalam aturan Islam punya kewajiban mengelola tanpa menyakiti dan tanpa merusak.

Lalu dalam tatanan sosial, Islam mengatur bahwa Suami punya Hak ditaati oleh istri, tapi dibalik hak itu, ada kewajiban besar suami untuk menafkahi dan membimbing Istri. Non-Muslim dalam tatanan Masyarakat Islam, punya hak hidup hingga menjadi maksum (terjaga) keselamatan nyawa dan hartanya dari gangguan kaum muslimin, tapi dibalik hak itu ada kewajibannya untuk menjaga kesepakatan dan tidak memusuhi dakwah Islam.

Terjadinya kerancuan sistem dalam tatanan sosial atau pemikiran kaum muslimin hari ini, salah satu sebab besarnya adalah ketimpangan dalam memandang Hak dan Kewajiban ini. Hingga terciptalah dua kubu ekstrem yang tidak diharapkan.

Ada pihak yang sibuk membela hak suami, tapi tidak memperhatikan kewajibannya. Di sisi lain, ada yang sibuk membela hak Istri, tapi menutup mata pada kewajibannya.

Ada pihak yang sibuk membela Hak-hak Non Muslim dalam tatanan Masyarakat. Tapi tak acuh, bahwa disana juga ada kewajiban yang harus dituntut darinya. Di sisi lain, sibuk menuntut kewajiban non muslim, tapi tidak pedulikan bahwa mereka punya hak-hak tertentu.

Di akhir bahasan ini, kita sejenak mengambil Kaidah Mental Muthaffif ini dan menerapkannya pada hubungan antara Hamba dan Tuhannya. Bahwa Islam datang untuk menjelaskan sekaligus menerapkan Haq dan Kewajiban diantara keduanya.

Allah swt mewajibkan diri-Nya untuk memelihara dan memberi manusia kehidupannya, maka Allah swt punya Hak ketuhanan, hak untuk disyukuri. Sedalam apa seorang hamba mengetahui kebaikan dan kehebatan Allah swt, maka semakin ia menyadari bahwa kewajiban dia pada ketuhanan Allah swt tidak akan mampu ia penuhi dengan sempurna.

Saat kita menyadari itu, sebenarnya kita tidak pantas membahas hak kita yang mesti ditunaikan Allah swt.

Tapi sebagai penutup, Manusia atau Hamba yang bermental muthaffif adalah Hamba yang sibuk mencari Hak hidupnya di alam semesta, tapi tidak peduli dan tidak berusaha untuk menunaikan kewajibannya dengan sesempurna yang ia usahakan.

المطفف هو الذي في طلب حقه شديد... و في أداء واجبه المقابل لذلك الحق متهاون

Kamis, 18 Agustus 2016

Wajah Tegar Suriah dan Kerapuhan Penguasa

Engkau dapat memahami seutuhnya tentang Suriah hari ini dari wajah Anak ini....

Dari anak yang mewakili jiwa-jiwa tak berdosa yang menjadi korban...
Tatapan kosong...
Tak tahu apa yang terjadi, kenapa mereka yang disasar...

Mulut bungkam yang lelah...
Lelah meneriakkan permintaan tolong..
Pada hati-hati yang kebanyakan Tuli...

Engkau lihat Debu reruntuhan yang memenuhi tubuhnya? Itu adalah yang tersisa dari tempat tinggal, sekolah & rumah sakit mereka...

Darah yang terus mengalir, tak lagi dibarengi Air Mata...
Karena mungkin tak ada lagi yang harus ditangisi oleh kesendiriannya...

Ataukah ini adalah ketenangan akan dekatnya kemenangan..

Sementara para penjahat Politik dan Perang itu dalam gemetar takut...
Hingga tangan mereka lemas dan tak mampu memegang senjata dengan becus...

Malulah pada dunia & Negara-mu, Wahai para penjahat kekuasaan...

Serapuh apa kekuatanmu hingga harus anak ini menjadi korban...?

Tafsir Surah Maryam ayat 71-72

Allah swt berfirman :

و إن منكم إلا واردها كان على ربك حتما مقضيا * ثم ننجي الذين اتقوا و نذر الظالمين فيها جثيا *

Ada dua pendapat mengenai Tafsiran Makna Wurud dalam ayat.

Pertama; Artinya adalah memasuki ke dalam Neraka. Hingga makna ayat adalah setiap manusia, yang mukmin atau kafir, akan memasuki Neraka.
Namun, lanjutan ayat menegaskan bahwa, neraka itu akan menjadi seperti Api yang membakar Ibrahim bagi orang Mukmin. Yaitu dingin sejuk menyelamatkan.

Kedua; artinya adalah lewat diatas neraka melalui Shirath atau melihatnya langsung saat penghisaban.
Hingga pendapat kedua ini menolak bahwa orang beriman akan memasuki neraka.
Walaupun keduanya sepakat bahwa mereka akan selamat dari Api Neraka ini sebagaimana ditegaskan ayat setelahnya.